Kantong Berita, SIBOLGA-Sebanyak 15 orang warga Kota Sibolga, Sumatera Utara (Sumut) dinyatakan mengalami keracunan makanan setelah mengkonsumi mi goreng atau mi tek-tek, sebutan warga Sibolga, milik salah seorang pedagang di pasar Inpres Aek Habil Sibolga, Sabtu (6/6).
Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Sibolga pun langsung turun mengevakuasi para korban dan meninjau tempat jualan pedagang.
Tak hanya itu, rumah tempat pengolahan mi tek-tek tersebut yang terletak di derah Pondok Batu, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) juga tidak luput dari pemeriksaan.
Hal tersebut untuk mencari tahu dan membuktikan kebenaran bahwa ke 15 warga itu benar keracunan dari mi tek-tek.
“Ke 15 orang korban keracunan hari itu juga dievakuasi di dua rumah sakit di kota Sibolga yakni rumah sakit Ferdinan Lumban Tobing dan Metta Medika Sibolga. Namun dua dari 15 korban itu, sore itu juga diperbolehkan pulang dan rawat jalan,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Sibolga, Firmansyah Hulu, menjawab wartawan, Minggu (7/6).
Ke 15 orang korban keracunan tersebut, lima diantaranya berusia 0-5 tahun atau balita. Sementara, 3 orang berusia 5-10 tahun, 2 orang berusia 11-15 tahun dan 5 orang dewasa berusia diatas 15 tahun.
Diketahui sebelumnya, 2 jam usai makan mie tek-tek, ke 15 orang tersebut langsung merasakan mual, muntah, sakit kepala, dan diare. Dan kondisi mereka saat ini sudah mulai membaik.
“Kondisi kesehatan mereka kini sudah berangsur membaik. Begitu juga tidak ada data pertambahan korban sampai saat ini,” ungkapnya.
Sementara dari hasil peninjauan ke tempat dagangan dan rumah produksi mi tek-tek, Firman mengakui bahwa mi tersebut telah terkontaminasi bakteri Staphylococcus aureus. Yang bersumber dari lokasi pengolahan makanan milik pedagang tersebut.
Meski pengolahannya dilakukan sehari sebelum dipasarkan.
“Lokasi pengolahannya memang terlihat kurang layak dari sisi higenitas dan sanitasinya. Bahkan anak dari pedagang mie tek-tek itu juga ikut kena,” kata Firman.
Dia pun mengimbau seluruh pedagang makanan di Kota Sibolga agar meningkatkan higenitas dan sanitasi dalam mengolah makanan. Tidak sebatas mengutamakan keuntungan (profit) daripada aspek keselamatan.
Begitu juga imbauan untuk tidak menggunakan bahan tambahan makanan berbahaya seperti boraks.
“Itu syarat utama atau syarat pokok untuk bisa menghasilkan makanan layak konsumsi bagi masyarakat, supaya jangan terulang kejadian yang sama,” tegas Firman.
Padahal, pihaknya selama ini telah mensosialisasikan cara memproduksi makanan yang baik kepada masyarakat.
“Soalnya kita (Dinkes Sibolga) sudah maksimal melakukan penyuluhaan selama ini, bagaimana cara memproduksi makanan yang baik yang tentunya higenis dan memperhatikan sanitasi serta tidak boleh menggunakan bahan berbahaya pada tambahan olahan makanannya, seperti boraks,” kata Firman.
Diakuinya, sebelumnya banyak pedagang makanan di Kota Sibolga masih menggunakan bahan berbahaya pada tambahan olahan makanan. Demi meraih kepentingan keuntungan (profit) dan mengabaikan aspek keselamatan manusia.
Tapi kegiatan tersebut berubah seiring intensitas penyuluhan pengolahan bahan makanan secara sehat dan higenis serta razia yang dilakukan oleh Dinkes Sibolga.
“Pemakaian bahan berbahaya pada tambahan olahan makanan para pedagang di Kota Sibolga ini pun pada akhirnya tidak ditemukan lagi atau aman sampai sekarang,” ucapnya. (ril/kb)