Kantong Berita, TAPTENG – Meskipun sedang berjuang untuk mencari keadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), PLN akhirnya memutuskan aliran listrik rumah Yennimar Simatupang.
Sebelumnya, PLN hanya membongkar meteran listrik di rumah janda beranak 3 ini.
Yennimar, yang ditemui di rumahnya di Komplek Perumahan Tukka Lestari, Kelurahan Bona Lumban, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), sambil menangis, mengatakan bahwa petugas P2TL memutus aliran listrik rumahnya saat rumah kosong.
“Saya berada di kantin sepanjang pagi. Ketika saya pulang, karena anak-anak ingin sholat Jumat, saya melihat bahwa listrik kami telah diputus,” kata Yennimar.
Ketika dia membuka pintu rumah, dia hanya menemukan selembar kertas dari petugas P2TL di lantai. Dia merasa sedih dengan perlakuan dari perusahaan tersebut, terutama di tengah pandemi COVID-19 yang membuat kondisinya semakin sulit.
“Saya sudah kesulitan mencari nafkah selama pandemi ini, dan sekarang listrik pun diputus. Saya tidak tahu di mana kesalahan saya. Saya selalu membayar tagihan listrik saya tepat waktu, bahkan ketika tagihannya tinggi, saya selalu membayar. Padahal, rumah saya selalu sepi dari Senin hingga Jumat karena saya bekerja di kantin. Tidak ada AC di rumah saya, jadi tidak ada beban listrik yang besar, hanya lampu dan kulkas saja,” ungkapnya.
Yennimar berharap agar pemerintah memberikan perhatian pada masalah yang dia hadapi. Menurutnya, sampai sidang kedua di kantor BPSK Sibolga, PLN belum berhasil membuktikan tuduhan pencurian arus yang dialamatkan padanya.
“Ketika saya bertanya tentang tuduhan pencurian arus, petugas yang datang ke rumah saya mengatakan bahwa ada kabel biru. Saya tidak mengerti sama sekali tentang listrik ini. Penjelasan mereka tidak membuat saya paham. Saat kami mengunjungi kantor PLN di Sibolga, Pak Khairul (Supervisor Pengawas P2TL) mengatakan bahwa masalahnya adalah kabel merah, bukan biru seperti yang dijelaskan sebelumnya. Ketika saya menanyakan mengapa berubah, dia mengatakan bahwa petugasnya salah memberikan informasi. Saya tidak tahu mana yang benar. Karena tidak ada solusi yang ditawarkan, saya mengajukan keluhan ke BPSK untuk mencari keadilan,” ungkap Yennimar.
Dia juga merasa tidak puas dengan sikap arogan PLN. Menurutnya, sebelum meteran dibongkar, PLN tidak pernah memberikan peringatan atau penjelasan sebagai edukasi kepada pelanggan.
“Saya pikir ini sangat arogan, mereka langsung memutus. Jika ada masalah dengan meteran kami, mengapa mereka tidak memeriksa terlebih dahulu, memberi kami peringatan, atau menjelaskan kesalahan kami? Mengapa langsung membongkar? Kami tidak tahu apakah meteran itu rusak, tapi pelanggan yang disalahkan. Saat sidang di BPSK, PLN bahkan belum memberikan hasil pemeriksaan laboratorium meteran. Mengapa mereka langsung menuduh saya mencuri arus?” tegasnya sambil menunjukkan surat panggilan dari BPSK Sibolga untuk menghadiri sidang putusan pada Senin (19/7) mendatang.
Hingga saat ini, belum ada informasi dari pihak PLN cabang Sibolga. Satpam yang ditemui di pos jaga kantor PLN cabang Sibolga mengatakan bahwa Manajer dan Humas sedang tidak berada di kantor.