kantongberota.com TAPTENG | Makmur Sigalingging akan menggugat 37 orang yang diduga telah menyerobot tanah miliknya ke Pengadilan. Hal itu dilakukan bila tidak ada titik temu pada pertemuan yang akan digelar oleh Kepala Desa Unte Mungkur IV Senin (13/5/2024) besok.
Demikian disampaikan Kuasa Hukum Makmur Sigalingging, Sanggam Tambunan, SH dalam keterangannya kepada wartawan usai menggelar pertemuan dengan Kepala Desa dan kelompok yang diduga menyerobot tanah kliennya, Sabtu (11/5/2024).
“Sesuai arahan dari kepala desa tadi hari Senin (13/5/2024) akan dilaksanakan pertemuan ulang. Kalau ada kemungkinan diselesaikan secara kekeluargaan. Tapi tadi saya sudah minta masing-masing membawa alas haknya. Bila tidak tercapai kesepakatan kita akan menghimpun informasi untuk menggugat mereka ke Pengadilan,” kata Sanggam.
Menariknya lagi, Sanggam menyebut kelompok ini sebagai mafia tanah. Karena, dari informasi yang dihimpun, kelompok ini sudah tidak asing lagi di mata masyarakat sekitar Desa Unte Mungkur IV, yang sering berbuat hal serupa terhadap tanah masyarakat lainnya.
“Dari awal sudah saya katakan bahwa yang mengklaim ini adalah mafia tanah. Apa urusan si T, si L, si P disitu. Apa urusan si AS disitu. Apa hubungan mereka dengan tanah itu, kok mereka yang lebih dominan disitu. Kemudian, si L mengatakan dia pembeli tanah. Sementara dari awal sudah saya ingatkan, jangan dulu dibeli tanah sebelum masalahnya selesai. Sekarang dia mengklaim sudah membeli tanah itu. Disitulah kita simpulkan mereka itu adalah mafia tanah dan hal-hal seperti ini bukan satu dua kali mereka lakukan di daerah ini, sudah banyak masyarakat yang menjadi korban permainan mereka,” pungkasnya.
Sekilas, Sanggam menjelaskan historis tanah yang sudah dikuasai dan dikelola oleh keluarga Makmur Sigalingging sejak tahun 1984 tersebut.
Awalnya, tanah tersebut merupakan hutan yang belum pernah dijamah oleh masyarakat. Tahun 1984 keluarga Makmur Sigalingging membuka hutan tersebut, dengan menebang pohon-pohon besar yang merupakan isi lahan tersebut.
Kemudian, mereka menanam cabe secara berpindah-pindah, hingga berhasil membuka lahan di Desa Unte Mungkur IV itu seluas 12 Hektar.
“Jadi, lahan yang 12 hektar itu sudah pernah dikelola sejak tahun 1984 sampai sekarang. Mereka juga tahu mana batas tanahnya dan berbatasan dengan tanah siapa,” ungkap Sanggam.
Terkait 4 surat bersegel yang disebutkan Ijar Lubis, pengacara yang cukup terkenal di Sibolga-Tapteng ini menyebut kalau itu baru sebatas pengakuan. Karena hingga kini, kelompok yang diduga menyerobot lahan milik kliennya tersebut belum pernah menunjukkan surat tersebut padanya.
“Itukan baru pengakuan mereka. Karena mereka belum menunjukkan ke saya mana surat yang mereka miliki. Mereka mengaku ada 4 surat, sementara yang mengklaim pemilik tanah ada 37 orang. Dari sisi itu saja ini sudah menimbulkan pertanyaan. Bagaimana mungkin dari 4 surat bisa berbagi 37 orang yang berbeda, artinya bukan saudara kandung,” ketusnya.
Menariknya, Sanggam mengaku tidak akan mempidanakan pihak-pihak yang disebutnya sebagai mafia tanah. Sebab, hal itu sudah pernah dia lakukan, dan prosesnya mentok di Kepolisian.
“Sebelumnya sudah ada yang dilaporkan ke pidana, tapi tidak berproses. Kenapa, karena yang kita hadapi adalah mafia. Kita mengerti bagaimana cara kerja Polisi. Itu sebabnya kita lebih yakin menyelesaikan secara perdata. Kalau benar si L ini yang membeli tanah, kita ingatkan, beli tanah itu tidak sama dengan beli permen. Pembeli tanah yang beretika baik harus menelusuri dulu apakah ada masalah atau tidak di tanah itu. Ini dari awal kita sudah ingatkan. Dia memaksakan kehendaknya untuk membeli tanah. Itu artinya dia harus berterima kalau suatu saat surat jual beli itu dinyatakan tidak berkekuatan hukum,” tegas Sanggam. (red)