kantongberita.com, SIBOLGA | Seorang bocah berusia 5 tahun warga Sirandorung Kabupaten Tapanuli Tengah dikabarkan mengalami kejang-kejang dan tidak sadarkan diri usai menjalani operasi usus buntu di rumah sakit Metta Medika Sibolga pada 15 Juni 2025.
Tak hanya itu, kepala bagian belakang bocah berinisial OP tersebut juga dikabarkan mengalami luka.
Kelainan tersebutpun dikaitkan dengan dugaan Malpraktek oleh dokter yang menangani operasi bocah tersebut. Pihak keluarga pasienpun telah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Sibolga.
Baru-baru ini pihak keluarga pasien membuat sebuah pernyataan di sebuah akun Facebook, yang menjelaskan bahwa mereka menolak uang perdamaian sebesar Rp10 juta yang ditawarkan oleh pihak rumah sakit.
Uang tersebut juga dinilai sebagai penghinaan terhadap keluarga pasien dan seluruh marga Pasaribu.
Pihak rumah sakit Metta Medika dalam keterangan persnya membantah semua tuduhan tersebut.
Melalui kuasa hukumnya Mahmudin Harahap yang menegaskan kalau kelainan yang dialami bocah tersebut bukan merupakan Malpraktek.
Karena menurutnya, penanganan yang dilakukan pihak medis rumah sakit sejak awal pasien masuk hingga menjalani operasi telah sesuai SOP. Bahkan, dokter yang menanganinya merupakan dokter senior yang punya jam terbang tinggi dalam penanganan pasien.
“Tidak ada Malpraktek, semua penanganan yang dilakukan sudah sesuai SOP,” tegas Mahmudin, Kamis (14/8/2025).
Meski demikian kata Mahmudin lanjut menjelaskan, setelah diketahui pasien mengalami kelainan, pihak rumah sakit tidak tinggal diam dan langsung melakukan penanganan secara intensif.
Bahkan, saat dirujuk ke rumah sakit Hermina Medan, pihak rumah sakit Metta Medika tetap menunjukkan tanggungjawabnya dengan memenuhi permintaan keluarga pasien berupa Ambulance serta pendampingan perawat selama perjalanan.
“Pihak keluarga meminta ambulance, kita berikan. Kemudian, pendampingan perawat selama perjalanan, sampai uang kopi merekapun kita kasih. Bahkan, petugas kita menunggu sampai mereka dapat kamar, baru petugas kita pulang,” ungkapnya menambahkan, dimana hingga kinipun, meski pasien telah mendapat perawatan di rumah sakit Hermina, pihak Metta Medika masih tetap memantau perkembangan kesehatan pasien.
Terkait uang Rp10 juta, Mahmudin juga membantah. Menurutnya, awal mula nilai tersebut muncul setelah kuasa hukum pasien meminta uang perdamaian sebesar Rp2 miliar.
“Terhadap apa yang disampaikan oleh Pengacara Pasien, kami tidak sanggup. Jadi kesanggupan kami itu maksimal Rp10 juta. Itu bentuk rasa empati pihak Rumah Sakit atau rasa simpati kami kepada Pihak Keluarga. Jadi yang namanya sakit dengan kematian ini, itu milik Tuhan. Jadi Pihak Rumah Sakit juga sudah berusaha untuk menyembuhkan tetapi masalah sehat dan mati adalah Kuasa dari Tuhan yang Maha Esa,” tukas Mahmudin.
Selain itu, Mahmudin juga mengingatkan pihak keluarga agar tidak menggiring kejadian ini ke SARA. Karena, dalam hal pelayanan, rumah sakit Metta Medika tidak pernah membeda-bedakan agama, suku dan golongan tertentu.
“Kalau itukan sudah menggiring opini ke SARA. Kita sampaikan bukan begitu. Kalau anak ini, harus kita selamatkan, itu yang kita sampaikan. Jangan digiring-giring ke suku karena gak ada hubungan. Cukup kejadian ini sudah dilaporkan ke Polisi. Direktur rumah sakit dan dokter yang menangani sudah dimintai keterangan oleh Polisi. Tunggu saja hasil pemeriksaannya, apakah benar ada malpraktek atau tidak. Karena, sekarang kan lagi dirawat di rumah sakit Hermina, tentunya kalau ada malpraktek, pasti mereka akan tolak,” pungkasnya. (red)