Dugaan Malpraktek, Kemenkes Diminta Cabut Izin RS Metta Medika

Foto : Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Daerah (AMPD) Sibolga-Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut) menggelar aksi demo di jalan Diponegoro Sibolga.

Kantong Berita, SIBOLGA-Sekelompok massa menggelar aksi demo di Rumah Sakit Swasta Metta Medika di Jalan Diponegoro Sibolga, Selasa (21/6/2022) sekira pukul 14.00 WIB.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Daerah (AMPD) Sibolga-Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut) tersebut menuntut pertanggung jawaban Rumah Sakit (RS) Metta Medika Sibolga atas dugaan malapraktek dokter di rumah sakit tersebut yang terjadi terhadap pasien bernama Riski Rikawati Laoli (34), warga Desa Binasi, Tapteng.

Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan ‘Waspada!!! Rumah Sakit Metta Medika Diduga Sarang Malapraktek’, ‘Meminta Ikatan Dokter Indonesia Mencabut Izin Dokter Yang Terlibat’, ‘Cabut Kerja Sama BPJS Dengan Metta Medika’, dan RS Metta Medika Diduga Jadi Tempat Praktek “Pembunuhan”.

“Perlu kami sampaikan, kami datang ke sini, karena peristiwa yang terjadi pada kakak kami beberapa waktu lalu ketika menjalani operasi Caesar. Kami menduga telah terjadi malapraktek di RS Metta Medika Sibolga. Karena kantong kemih kakak kami terjahit, sehingga kesehatannya sekarang menjadi berkurang,” kata orator aksi, Raju Firmanda Hutagalung.

Raju dengan tegas menyatakan bahwa mereka sangat menolak keras peristiwa tersebut dan meminta agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Sibolga mencabut izin operasional RS Metta Medika Sibolga.

“Kita tidak ingin peristiwa ini terjadi. Kita tidak ingin peristiwa itu terjadi kepada masyarakat lainnya. Kalau benar ada malapraktek, kami minta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) agar mencopot/mencabut izin RS Metta Medika Sibolga,” seru Raju dengan lanatang.

Seorang pria bermarga Tambunan yang beberapa waktu lalu keluarganya meninggal dunia di RS Metta Medika Sibolga yang diduga juga sebagai korban malapraktek ikut bersuara bersama AMPD.

Dia menceritakan, pada 31 Januari 2022 silam sekira pukul 1.00 WIB, salah seorang keluarganya dibawa ke masuk RS Metta Medika Sibolga untuk mendapatkan perawatan.

Namun satu jam kemudian, keluarganya tersebut dinyatakan meninggal dunia setelah di ruang rawat.

“Saya minta tolong kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjutinya dan itu sudah saya laporkan kepada pihak kepolisian,” ujar Tambunan.

Usai menyampaikan orasi, Raju kemudian menyerahkan surat pernyataan yang diterima oleh Manajer I RS Metta Medika, Ratnawati.

Raju meminta pihak rumah sakit agar menindaklanjuti dan menyelesaikan permasalahan Riski Rikawati Laoli yang menjadi korban dugaan malapraktek dokter di RS Metta Medika. Jika tidak, mereka mengancam akan datang kembali dengan massa yang lebih besar.

Ratna, yang merupakt mantan Direktur RSU Ferdinand Lumban Tobing (FL Tobing) Sibolga pun berjanji akan menindaklanjutinya untuk memperbaiki citra RS Metta Medika.

“Kami menerima surat pernyataan ini karena ini menjadi penambah pemahaman kami untuk memperbaiki citra RS Metta Medika,” kata Ratna.

Ratna yang dicoba diwawancarai wartawan enggan bersuara. Dia langsung bergegas masuk ke mobilnya dengan pengawalan beberapa security.

Diketahui, pasien bernama Riski Rikawati Laoli (34), warga Desa Binasi, Tapteng, sebelumnya diduga menjadi korban malapraktik saat menjalani operasi persalinan di RS Metta Medika, Sibolga, pada 23 April 2022 lalu.

Akibat dugaan malapraktik tersebut, Riski harus kehilangan rahimnya dan saluran kantung kemihnya terjahit paska operasi persalinan.

Kepada media, suami korban Muhrozi (32), mengatakan istrinya menjalani operasi persalinan (Caesar) di RS Metta Medika sekira pukul 14.30 WIB. Namun, 40 menit setelah operasi berlangsung dokter menyatakan terjadi pendarahan dan memberikan pilihan kepada Muhrozi, mengangkat rahim istrinya atau tidak.

Lima menit berselang, setelah Muhrozi menadatangani surat pernyataan, Muhrozi kembali dipanggil dokter yang menangani dan menyatakan bahwa kondisi Riski kritis dan harus diberikan tambahan bius demi keselamatannya.

Dua menit kemudian, Muhrozi dipanggil lagi oleh dokter dan menyatakan bahwa Riski kondisinya kritis akibat mengalami pendarahan total dan membutuhkan darah golongan B+ sebanyak 4 kantong.

Beruntung ada dua orang anggota keluarga Murozi yang kebetulan menjenguk di rumah sakit yang bersedia mendonorkan darahnya.

Sekira Pukul 20:30 WIB, Riski keluar dari ruangan operasi dan dirawat di Ruang ICU. Esok harinya sekira pukul 7:30 WIB, Muhrozi diizinkan melihat istrinya Riski di ruangan ICU.

Namun, hari ke 2, 3 dan 4 di ICU, Riski tidak bisa buang air kecil dan tubuhnya malah semakin membengkak.

Kemudian, dilakukan USG oleh dokter berinisial J dan disarankan untuk cuci darah sebanyak 3 tiga kali untuk mengembalikan kembali fungsi ginjal.

Pada 27 April 2022, kondisi Riski yang mengkhawatirkan lalu dirujuk ke RS Mitra Sejati di Kota Medan untuk konsultasi ginjal dan cuci darah.

Dokter RS Mitra Sejati berkata bahwa Riski tidak mengalami masalah ginjal dan disarankan untuk dirawat intensif di ke RSUP Haji Adam Malik Medan.

Ketika di rawat di RSUP H Adam Malik, Muhrozi menerangkan bahwa kantong kemih istrinya Riski kosong karena berdasarkan hasil pemeriksaan USG kemungkinan saluran kantong kemih Riski terjahit atau terjepit.

Lalu Riski menjalani operasi untuk membuka saluran kencing yang terjepit karena diduga terjahit dan terpotong saat menjalani operasi Caesar di RS Metta Medika Sibolga.

Pada 9 Mei 2022, kondisi Riski dinyatakan mulai membaik dan diijinkan untuk rawat jalan.

Atas kejadian tersebut, Muhrozi melayangkan somasi kepada RS Metta Medika Sibolga. Melalui kuasa hukumnya, mereka menilai ada kelalaian dokter saat melakukan operasi Caesar terhadap Riski. (red)